Pelajaran hidup
yang menjadikan tangguh adalah dari kepahitan, dan sepanjang perjalanan hidupku
yang paling pahit adalah mengaharap kepada sesama mahluk. Babak ini berawal
setelah ibu meninggalkan aku untuk selamanya, bagiku beliau adalah sosok wanita
tangguh yang aku banggakan, insya Allah beliau mati dengan khusnul khatimah karena
sepanjang hari penuh dengan ibadah dan kebaikan, karena aku menyaksikan ada
keistimewaan menjelang sakaratul mautnya, yang meyakinkan ku akan pentingnya
amal sholeh dan menanam kebaikan untuk
kembali menghadap kepadaNya.
Namun dalam
proses menanam itu sudah sunnahtullah kita sebagai mahluknya bahwa dalam
menjalani hidup yang kelak kita pertanggungjawabkan adalah tingkah laku kita
semasa di dunia, baik hablum minallah yaitu hubungan kita sebgai mahluk
terhadap sang khalik, hablum minannas bagaimana kita berinteraksi antar sesama
manusia, serta hablum minal alam yaitu hubungan kita dengan alam yang juga
mahluk ciptaan Allah Swt.
Baiklah aku hendak
mengisahkan tentang seseorang itu, awalnya adik kelas saya sebut saja A
menghubungiku, dia menanyakan persoalan hubungan aku bersama masa laluku, ga
ada angin ga ada ujan tiba-tiba bertanya tentang aku dengan Pulan, akupun
heran, setelah ngobrol panjang kali lebar eh ternyata dia punya missi untuk
mengenalkan temanya dengan aku yang katannya berniat untuk serius dan mencari
perempuan yang juga ingin serius. Satu sisi aku bingung, tapi pada sisi lain
aku tak tahu harus sampai kapan menutup diri. Akhirnya aku mengiyakan untuk
berteman dengan F.
Episode baru
telah dimulai, aku berusaha menekan ego dan untuk tidak lagi mengingat masa
laluku. Pertemanan kami mulai melalui medsos BBM. Akupun menyambut dengan asma
Allah dan sebisa mungkin bersikap ramah dan peduli terhadap yang berniat baik,
mungkin ini jalan yang Allah berikan, meskipun ada banyak kemungkinan bisa
berjodoh juga bisa tidak, ataupun pertemenan kami membawa manfaat lain.
Prinsipnya yang slalu aku pegang adalah silaturahmi membawa keberkahan.
Karena tak ingin
terulang kesekian kalinya dan salah dalam memilih. Aku mengujinya dengan
berbagai pertanyaan, rasanya tidak adil, terlalu serius dan idealis mungkin,
setiap komunikasi dia selalu merasa terintimidasi dan terhakimi, sebab dia tipe
yang tidak suka berdebat, padahal jauh di lubuk hati aku tidak berniat
sedikitpun untuk berdebat mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah, saya
akan menghargai setiap pendapatnya saya paham betul bahwa jawaban itu bukan hal
yang pasti bisa dihitung 1+1=2, namun rumit untuk dipikirkan dan lebih rumit dari
pada matematika, sebab masing-masing punya sudut pandang berbeda saya hanya
ingin mencari titik temu agar seimbang dan harmonis nanti jika berjalan bersama
beriiringan, berkaitan dengan niat dan komitmen kita di awal, bahwa kita ingin
serius dan mengungkap tabir rahasia Ilahi tentang jodoh.
Sehingga pada
satu titik pertanyaan saya menemukan jawaban yang sangat prinsip dan sayapun
mengamininya, yaitu tentang pondasi Iman dan Takwa dalam segala hal berprilaku.
Terlebih dalam membangun keluarga sangatlah penting. Meskipun itu hanya tulisan
yang membutuhkan pembuktian lain berupa aplikasi nyata menerapkan Iman dan Takwa
dalam kehidupan sehari-hari sehingga bukan hanya omong doang. Tetapi menurut
saya paling tidak jawaban yang terlontar itu ada dalam pikirannya, urusan
aplikasi bisa belajar bareng dan saling mengingatkan antar sesama, toh saya
juga belum benar 100%, dan hidup ini adalah dinamis selama belum menemukan
kematian, setiap orang berpotensi untuk baik atau buruk dalam akhir hidupnya
dan juga Allah bisa mencabut atau memberi hidayah kapan saja Dia kehendaki,
yang paling sulit adalah istiqomah menjaga hidayah itu. Saya pikir itulah
keseimbangan, dan saya berharap kita bisa saling mengingatkan dan melengkapi.
Saat itulah aku
punya pandangan baru dan berkomitmen untuk menjaga hatiku dan fokus pada F,
secara bertahap membuka hati dan mengubur masa laluku yang dijadikan pelajaran.
Namun sikap yang saya ambil adalah tarik ulur, karena saya hanya berkomunikasi
via medsos, belum bertemu sama sekali bahkan baru mengenal sedikit berani
memang. Tapi saya juga mencari tahu profile dia, akhirnya kami sepakat untuk
bertemu pada Tahun Baru 2017, saya pilih di rumah, karena baiknya seperti itu
dan salah satu indikator penilaian adalah dia datang dengan niat yang kuat dan
berani ke rumah.
Malam itu hujan
lebat sekali, kami berjanji untuk bertemu ba’da isya karena hari itu saya harus
lembur berangkat ke kantor untuk mengerjakan laporan akhir tahun, di kantorpun
aku gelisah sebab sampai menjelang magrib pekerjaan belum selesai khawatir
janji kami batal. Alhamdulilah ternyata mati lampu dan ibu manager memutuskan
menyuruh saya pulang, namun rasa gelisah belum juga hilang karena hujan semakin
deras, saya menghubungi F meminta untuk tidak datang karena hujan khawatir
sakit. Namun dia tetap memaksa ingin datang ke rumah, ya saya tidak bisa
menghalanginya, setelah beberapa jam dia menghubungi saya menanyakan alamat
pastinya sebab dia salah jalan, saya suruh putar balik tetap salah, dia meminta
saya intuk menyusul, tapi saya tidak menyusul karena males dan banjir
dijalanan, agak lama dia dateng juga kerumah. Terkejut karena kondisinya basah
kuyup, sambil membawa roti bakar, lalu saya memberikan handuk. Lalu kami saling
mengobrol dan mengenal.
Perasaan saya
campur aduk saat itu, seneng, bingung, dan ada perasaan bersalah sebab
membiarkannya pulang dengan kehujanan. Setelah pertemuan itu saya tetap
mengambil sikap tarik ulur, karena semuanya butuh proses, setiap malam aku
selalu berdoa yang terbaik untuk aku dengannya, sehingga membuat hatiku yakin
dan mantap.
Aku memikirkan
segala halnya yang mungkin terlalu jauh dan tidak terpikirkan olehnya, aku
selalu menuliskan rencana yang hendak dibangun bersamanya, baik soal ekonomi,
mendidik anak dan kegiatan sosial yang bermanfaat untuk banyak orang. Sikap
tarik ulur dan komitmen yang aku bicarakan sebenarnya adalah bisa
dipertanggungjawabkan, hanya saja butuh waktu untuk mengatakannya, namun
berbalik dia yang terlalu terburu minta kepastian, padahal saya hanya butuh
waktu sedikit untuk berproses dan mendalaminya apalagi dia orang yang baru aku
kenal.
Seiring
berjalannya waktu aku mendekati keyakinan, meskipun beberapa kali dia membahas
kearah yang lebih serius aku slalu mengalihkan, tapi jauh di lubuk hatiku
sebenarnya mengharapkan hal yang sama, ingin bersamanya, tapi aku juga tak
ingin mendahului takdir Tuhan, agar tak terlalu sakit bila jauh dari harapan,
entah benar atau salah dalam bersikap yang jelas saya hanya ingin melibatkan
Tuhan.
Salah satu yang
aku pikirkan adalah bagaimana menjadi ibu dan madrasah bagi anak-anakku kelak,
namun tetap bisa berkarya, karena tak selamanya aku kerja sebagai karyawan
apalagi di swasta yang kapanpun bisa di PHK, juga terkait waktu kerja ku dengan
waktu kerjanya tidak akan maksimal untuk membangun keluarga dan menjadi
madrasah bagi anak-anak. Aku berupaya menghilangkan ego dan berusaha untuk
menyeimbangkan agar bersinergi berjalan beriringan bersamanya, salah satunya
adalah usaha yang sedang saya rintis ini yaitu produksi hijab, saya pikir usaha
ini bisa dibangun bersama dan mendapat bimbingan darinya, karena dia sudah
menjalankan konveksi 4 tahun lamanya, selain nilai ekonomis juga tujuan
sebenarnya adalah nilai kebermanfaatan untuk ummat, lalu saya mendiskusikan
dengan F terkait usaha ini dan Alhamdulilahnya mendapat suport, idealnya
membangun usaha itu bermula dari niat yang kuat dan kemauan yang keras untuk
belajar, bukan karena suatu hal juga bukan karena seseorang, namun bagiku F itu
merupakan salah satu faktor yang menginspirasi ku untuk membangun usaha dan
suportnya sangat penting bagiku, dan aku merasakan bahagia karena terkait
dengan niat yang ingin serius katanya.
Dua bulan
kebalakang aku selalu memikirkannya, mungkin aku lebih aktif dari biasanya intensitasku
mengajak komunikasi lebih banyak dari dia, setiap harinya aku slalu ingin tahu
kabar tentangnya, kini berbalik dia yang merespon biasa saja. Kesal memang tapi
aku harus belajar mengendalikan emosi, tentang cinta, rindu bahagia dan kecewa
adalah yang semu, berbolak balik seenaknya, namun itu adalah ketentuan Tuhan,
Allah Yang Maha membolak balikan hati manusia,
Siang hari,
tepatnya tanggal 16 Maret 2017 aku BBM seseorang yang mengganggu pikiran dan
hatiku selama dua bulan ini, suasana hatipun riang ketika dia membalas BBM,
namun seketika aku merasa tercambuk, ketika alam bawah sadarku mengatakan “I
will always miss you”. Dan dia menjawab “awas ada setan yang menghasut”. Aku
tak bisa berkata apapun, hanya melafazhkan istigfar, hatiku terenyuh dan mata
berkaca-kaca. Aku takut akan dikuasai hawa nafsu. Mungkin aku khilaf atau aku
sudah lelah, atau diakah yang memang Allah takdirkan untuk menjadi Imam ku.
Tuhan maafkan
aku yang telah lalai menjaga diri dan ucapan ini, aku merasa wanita yang paling
hina dihadapanMu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan aku yang banyak menabung
dosa. Sehingga tak dapat ku mengerti akan petunjuk cahaya dari Mu. Aku tak
pernah tahu mana yang terbaik untukku, slalu salah dan salah lagi dalam memilih
sesuatu baik itu tentang jodoh, teman, pekerjaan, usaha dan lain-lain.
Pada malam
minggu tanggal 18 Maret 2017, keresahan dan kegelisahan ini tak mungkin aku
biarkan, akhirnya aku memutuskan untuk meminta kejelasan dan kepastian mengenai
keseriusannya, jika ia aku akan mengambil jalan Tuhan yang diridhai yaitu
Menikah. Dan saya sudah siap dengan segala resikonya, baik paket senang maupun
kesabaran dalam menjalani rumah tangga. Namun ternyata aku juga harus siap
menerima kenyataan yang jauh dari harapan, pada kesimpulan bahwa dia sudah
memiliki tambatan hati yang lain.
Setelah mendapat
jawaban itu, hatiku bagai disayat-sayat, bahakan tersambar petir hancur
berkeping-keping, ya agak lebai sih tapi jujur, aku hilang arah menangis
menyesal, menangis haru dan menangis memohon ampun pada Tuhan yang Maha Kuasa.
Allah menunjukan sesuatu lagi yang harus aku hadapi, sebenarnya hampir sama
dengan masa lalu, seharusnya aku sduah kebal tahan banting untuk patah hati, padahal
belum terlalu jauh dekat dan saling berbagi rasa, namun mimpi dan cita-citaku besar
dan sudah terlampau jauh yang hendak aku wujudkan serta ingin aku upayakan
bersamanya. Entah aku yang terlalu ego, dia yang tak serius hanya ingin
main-main atau tak sabar menunggu proses. Bisa jadi memang tidak ditakdirkan
untuk bersama. dan semua masih misteri, aku tak tahu sampai di sini kah akhir
cerita atau bersambung.
Diawal
perkenalan kita sudah membahas. Apapun yang terjadi kita harus saling
mengikhlaskan dan saling menerima tidak ada permusuhan, dan ternya sekarang
waktunya aku hadapi semua ini dan bersikap besar hati menerima kenyataan. Diap
tetap baik dan akan menjadi teman baik,
namun tidak akan lebih dari itu. Adanya atau tanpanya aku harus kuat,
kembali merangkai mimpi dan cita-citaku. Sekalipun harus berjalan satu kaki untuk
mewujudkan mimpi-mimpi itu. Karena hidup adalah ujiang yang harus dihadapi dan
dipertanggungjawabkan.
Ku bersyukur dan
berprasah atas segala kehendak Mu Ya Rabbi, ku Mohon yang terbaik menurut Mu
dan Ridha Mu, karena tujuan hidup yang paling hakiki adalah kembali kepada Mu,
dunia ini hanya sementara dan jalan untuk mencapai tujuan itu, saya masih
menantikan rahasia apa yang hendak Engkau ungkap dan separuh jiwa manalagi yang
akan menjadi bagian dari episode hidupku, atau menemaniku selamanya sampai kembali
ke sisi Mu Tuhan. Aku ikhlaskan diriku menjalani skenario Mu dan Hatiku akan
belajar berdamai dengan ketentuan Mu. Aku punya rencana tapi Tuhan Maha
perencana, Yaa Gofur, Yaa Rahman, Yaa Rahim, Engkau Maha mengetahui atas segala
sesuatu.
Cirebon, 20 Maret 2017
Ttd
Menanti Separuh Jiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar