Saat itu tengah malam dan semua orang telah
membaringkan badannya dengan mata terpejam begitu pulas beralaskan tikar,
sedangkan di ranjang yang beroda, terlilit kabel dan alat-alat medis, dalam
kamar ukuran 4 x 5 itu seorang wanita telah terkulai lemas tak berdaya,
bagaikan dipasung, meraung-raung menahan kesakitan di bagian kepalanya, sebut
saja ia mamah syifa. Malam itu ditemani oleh keluarga, dan mawar anak perempuannya
melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dan membimbing mamah untuk bedzikir kepada
Allah, untuk menenangkan hatinya.
“
Mba sakit kepala, doakan mamah bisa berangkat haji tahun ini ” Ucap mamah saat itu,
itulah cita-cita mamah yang sangat dinantikan selama ini, mawar berusaha sekuat
mungkin terlihat tegar untuk tersenyum dan memotivasi mamah, padahal ada duka
dalam hatinya
yang tersembunyi, malam itu begitu mencekam, horor bahkan lebih horor dari pada
film dan cerita-cerita misteri.
“
Mamah semangat sembuh, dan pasti bisa berangkat haji “ jawab mawar.
“
Mamah, maafkan mawar “ kata mawar sambil meneteskan air mata.
“
Maaf untuk apa mba, sama maafkan mamah juga “ balas mamah syifa
“Maaf untuk semuanya, atas segala dosa-dosa yang telah
mawar lakukan dan itu menyakitkan hati mamah “ kata-kata mawar seperti
mengisyaratkan sesuatu akan terjadi pada dirinya, dan itu tidak diinginkan,
mungkin itu hanya pikirannya yang buruk atau akan menjadi kenyataan, air
matanya tidak pernah berhenti, sedangkan mamahnya terus berjuang melawan kesakitan sepanjang malam,
Ketika Mamah mulai sedikit tenang, ia minta diantar ke
kamar mandi berniat mensucikan tubuhnya dan melaksakan shalat malam, itulah
kebiasaan dia saat masih sehat, kini dia tak mampu melakukannya jangankan untuk
berdiri dan jalan ke kamar mandi, ingin duduk saja harus kerja keras dengan
melawan rasa sakitnya itu, namun terjatuh dan terjatuh lagi, tetapi tetap saja
memaksa dengan keadaanya, pada akhirnya diambilkan air segayung dan mawar
menuntunya berwudhu dan shalat malam dengan terbaring, kemudian mawarpun ikut
shalat malam atas perintah mamahnya.
Adzan subuh berkumandang menggelegar, sampai fajar
tiba mamah masih belum juga memejamkan matanya, dua orang berseragam putih
datang dengan jarum suntik yang panjang siap menusuk lengan mamah.
“Permisi ibu saya ambil darahnya untuk dichek di
laboraturium “ ujar perawat.
“Saya sakit apa suster, ada apa dengan kepala saya.”
tanya mamah pada sang perawat.
“Nanti siang ada dokter yang memeriksa, ibu sabar ya.”
kata perawat itu menenangkan.
Pukul 06.00 pagi mamah baru bisa tidur, setelah
selesai dibersihkan untuk mengganti baju, dan ayah pergi berangkat kerja, saat
sarapan pagi khas rumah sakit tiba, mamah terbangun dari tidurnya dan mawar pun
menyuapin, sambil berbincang dan menghiburnya. Baru 6 suap yang dilahapnya,
mamah bereaksi aneh membuat bingung semua orang, tangan kakinya kejang, mata
melotot dan menjerit kesakitan serta hilang kesadaran, mawar lari
tergopoh-gopoh menuju ruang perawat meminta tolong untuk segera diambil
tindakan. Dan adiknya mawar yang menjaga saat itu berinisiatif menelpon ayah
dan sanak saudara.
Tidak lama dokter dan kerohanian rumah sakit datang
untuk memberikan penanganan baik secara medis maupun rohani, “Mba tensinya 180,
sangat tinggi dan kita ambil darah untuk di cek, mungkin hilang sadar dan kejangnya
itu“ penjelasan dokter
“Lakukan tindakan yang terbaik dok untuk mamah.” mawar
memohon pada dokter, untuk segera diambil tindakan medis dan dokter menyarankan
pindah ruangan ke ICU, yang menurutnya akan mendapatkan perhatian khusus,
karena di ruang ICU akan ada perawat yang menjaga 24 jam, dalam bayangan mawar
ruang ICU itu hanya akan memisahkan mereka selamanya, namun dengan berat hati
mawar pun akhirnya menandatangani persetujuan pindah ruangan di ICU. Hatinya
semakin gelisah, ia berdiri seperti tak menapak, berjalan seperti tak menatap,
begitu rapuh, meski tidak sanggup tapi kenyataan ini tetap harus dilalui.
Saat di ruang ICU berbagai macam dokter berdatangan,
mulai dari dokter penyakit dalam sampai spesialis penyakit syaraf. Keluarga
menaruh harapan yang sangat besar kepada dokter yang menangani mamah. “Bapak
segera urus administrasi untuk dilakukan CT Scan karena organ tubuh sebelah
kiri responnya sudah berkurang” saran dokter kepada ayah mawar.
Ayahpun segera mengurus persyaratan untuk CT Scan, Selang
beberapa jam setelah dilakukan CT Scan kesadaran mamah semakin menurun,
berbagai macam alat dipasangkan di tubuhnya, ada layar seperti monitor, dan
tampak garis yang bergerak naik turun pada layar monitor itu, terdengar
suaranya yang khas, begitu menakutkan, tidak buruk tidak juga merdu, melainkan
membuat mawar semakin was-was dengan keadaan mamah. Sayang sekali saat itu
hasil Scan tidak bisa diketahui langsung, sepanjang malam mawar sendiri
menemani mamah dalam ruangan yang hanya di skat antara pasien lainnya, ruangan
itu penuh haru, setiap waktu selalu ada yang pergi meningalkan ruang, bukan
karena sembuh melainkan karena kembali untuk selamanya kepada Tuhan.
Keesokan harinya sampai sore tiba belum ada dokter
atau suster yang menjelaskan tentang keadaan mamah yang pasti, sedangkan mamah
sudah dalam keadaan koma, hati dan jiwanya melayang berkecamuk menjadi satu, menerobos
lorong waktu beberapa hari silam, sebelum mamah terbaring tidak berdaya di
Rumah Sakit.
“Mah, do’akan mba, maaf belum bisa membahagiakan mamah
dan bapa“ curahan hati mawar kepada mamah, waktu itu mawar baru saja berhasil
mendapatkan gelar sarjananya, umumnya seorang yang baru lulus kuliah dan
menjadi sorang sarjana adalah ingin mencari pekerjaan yang layak di perusahaan
yang keren, tapi tidak bagi mawar, ia hanya ingin melanjutkan belajar kejenjang
yang lebih tinggi yaitu S2.
“Tidak perlu minta maaf, karena mamah tidak
menginginkan apapun, yang penting kamu jadi anak sholehah, setinggi apapun kamu
kalau tidak menjadi wanita sholehah untuk apa semua itu” nasihat mamah pada
mawar.
“Mamah mengerti apa yang diinginkan mba, dan mamah
hanya bisa mendoakan kamu yang terbaik, semoga semua cita-citanya tercapai “
ucap mamah, suasana menjadi haru, terlebih mamah melanjutkan curahan hatinya masa
lalu, bahwa mamah juga sama seperti saya menginginkan pendidikan yang tinggi,
pekerjaannya yang layak serta ilmunya yang bermanfaat, karena memang mamah
adalah wanita yang cerdas dan terampil, mempunyai potensi yang besar, namun
cita-citanya tidak tersalurkan karena keadaannya yang memaksa untuk menerima,
bahwa ia terlahir tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya dengan penuh
sebab perpisahan mereka dan kemampuan ekonominya yang terbatas. Sampai suatu
saat mamah ingin diberangkatkan ke Arab menjadi TKI, hidupnya begitu keras
sehingga menempa dia menjadi wanita tangguh. Dan saat ini ia tidak menginginkan
itu terjadi pada mawar.
Mamah selalu meridhoi setiap langkah mawar sepanjang
itu tidak bertentangan dengan agama. Pengumuman beasiswa S2 pun keluar, dan
mawar masuk dalam daftar untuk mengikuti seleksi selanjutnya di Ibu Kota.
“Mamah mba lulus dan akan test wawancara” dengan hati
yang riang memberi kabar kepada mamahnya.
“Ya… Alhamdulilah Mba..” jawab mamah, wajahnya
terlihat pucat dan layu tidak seperti biasanya. tidak nampak keceriaan seperti
yang mawar gambarkan. Karena ada yang aneh dalam diri mamah, mawarpun berangkat
test wawancara dengan hati yang tidak nyaman.
Kring.. kring.. terdengar suara nada dering panggilan
di HP mawar, dilihat ternyata mamahnya menelpon, yang saat itu mawar sedang
mempersiapkan test wawancara besok. Kemudian mawar menerima telpon dari mamah
dengan hati girang.
“ Halo… Asslamualaikum, mamah lagi apa?” sapa mawar.
“Mamah habis shalat dzuhur, bagaimana disana mba,
baik-baik saja ? sudah makan belum ?” suara mamah, seperti merintih menahan
rasa sakit.
“Sudah makan mah, mamah kenapa, mamah sakit ?” sahut
mawar, firasatnya tidak enak.
“Iya mamah sakit, tadi shalat saja sambil duduk” jawab
mamah dengan suara yang merintih tidak bisa menutupi bahwa ia sedang sakit.
Akhirnya telpon segera diakhiri oleh mawar, karena ia tak mampu menahan air
matanya.
Seharian mawar khawatir dengan keadaan mamah, keesokan
harinya mawar memutuskan mencari tiket pulang ke daerah yang terkenal dengan
sebutan Kota Udang, dalam pikirannya hanya ada mamah, tidak ada lagi wawancara,
S2, kampus UI. Yang paling utama adalah mamah ia rela meninggalkan itu semua
untuk mamah. Sekejap ia sadar bahwa dia hanya sedang mengingat hari kemarin
yang sudah berlalu, tapi kini yang dihadapi adalah kenyataan, mamah sedang
berjuang melawan sakitnya antara hidup dan kematian, entah virus apa yng telah
bersarang di kepalanya.
Banyak orang berlalu lalang menjenguk mamah, sahabat
dan sanak saudara menemani, ruang itu sangat ramai namun jiwa mawar sunyi, kali
ini ia harus berserah pada takdir Tuhan. Segala upaya telah dilakukan dengan
maksimal. Aku mempersiapkan diri dipanggil dokter, bukan uang juga persyaratan
lainnya yang disiapkan, tapi tentang keikhlasan hati.
“Mba, kami dokter sudah berupaya semaksimal mungkin,
tapi melihat kondisi Ibu sepertinya semakin menurun, kami sudah tidak bisa
melakukan tindakan apapun pada Ibu.” Dokter menjelaskan bahwa ini sudah sampai
batas kemampuannya yang maksimal.
Mawar tak ingin beranjak pergi di sisi mamah, setelah
dari ruangan dokter, ia hanya ingin bersama mamahnya, sambil mengaji dan
berlinang air mata berharap akan ada keajaiban yang terjadi pada mamah, tapi
hatinya juga mengatakan sepertinya hanya bersisa dalam hitungan jam ia bersama.
Waktu terus berjalan suara dari layar monitor itu
semakin tajam terdengar, lalu mawar membimbing kalimat Allah di telinga mamah,
ia percaya bahwa kalimat itu akan mengantarnya kembali pada Tuhan dengan
tenang. Arah jarum jam menunjukan dini hari tepat pukul 01.30 WIB tanggal 23
Januari 2016, mamah menghembuskan nafas terakhirnya. Pompa jantung dan alat
kejut dimainkan oleh perawat, padahal aku sudah mengikhlaskan dan menyaksikan
kepergian mamah. 12 hari di Rumah Sakit bersamamu penuh dengan ketegangan.
Cukup membuatku mengerti bahwa betapa pentingnya hadirmu dan arti pengorbanan
serta kasih sayang, yang selama ini aku telah khilaf dan mengabaikanmu.
“ Maafkan aku, Aku sangat mencintaimu mamah ” Ucapku
diatas batu nisan..
Cirebon, 16
September 2017
Karya :
Ismatul Maula